Tatapan mata saya langsung menuju
kearah empat gadis yang ada di halaman balai desa Liyangan. Nia dan tiga temannya. Busana putih yang
dipakai mereka nampak berbeda dengan yang lain. Slendang putih yang menutup
bahu kiri menambah anggun tampilannya. Tidak ketinggalan sanggul dan bunga
kantil terpasang pas di kepala. Nia nampak begitu cantik.
.
Akan tetapi ada yang berbeda dengan Nia Pagi itu. Gunung Sindoro yang tak terhalang awan menjadi tempat matanya selalu memandang. Terkadang dia mengalihkan tatapannya ke langit cerah, tatapannya penuh harap. Saya yang melihat dari kejauhan merasakan kegelisahan dan rasa cemas di wajahnya. Keriuahan di sekitarnya tidak terlalu ia hiraukan, hanya menatap sepintas keunikan konstum dan gunungan yang mulai berdatangan.
.
.
Akan tetapi ada yang berbeda dengan Nia Pagi itu. Gunung Sindoro yang tak terhalang awan menjadi tempat matanya selalu memandang. Terkadang dia mengalihkan tatapannya ke langit cerah, tatapannya penuh harap. Saya yang melihat dari kejauhan merasakan kegelisahan dan rasa cemas di wajahnya. Keriuahan di sekitarnya tidak terlalu ia hiraukan, hanya menatap sepintas keunikan konstum dan gunungan yang mulai berdatangan.
.
Halaman Balai desa yang menjadi
tempat berkumpul dan memulai kirab nampak sudah sangat ramai. Semua peserta
berbaris sesuai urutannya. Tidak terkecuali Nia dan tiga Temannya, mereka
berdiri di barisan paling depan.
..
Acara kirab sudah bisa dimulai, tinggal menunggu seorang ratu yang akan memimpin upacara ritual. Dari balik pintu balai desa nampak seorang ratu berjalan keluar. Dengan gaun putih menutupi sebagian jarik kemben warna coklat yang dipakainya. Dibalut Jarik putih bercorak bunga dan daun menglingkari tubuhnya dan sebagian dililtkan ke tangan kirinya. Mahkota berbentuk segitiga terpasang di sela-sela sanggul dan bunga kantil yang menghiasi. Diiringi oleh enam pemuda berpakaian khas jawa dan blankon sebagai penutup kepala. Masing-masing pemuda membawa bendera yang berbeda. Mereka berbaris berpasangan, paling depan membawa bendera Indonesia dan bendera Pemkab Temanggung. Baris setelahnya membawa bendera berwarna merah, hitam, kuning, dan putih. Mereka melangkah di barisan terdepan. Kirab segera dimuali.
..
Acara kirab sudah bisa dimulai, tinggal menunggu seorang ratu yang akan memimpin upacara ritual. Dari balik pintu balai desa nampak seorang ratu berjalan keluar. Dengan gaun putih menutupi sebagian jarik kemben warna coklat yang dipakainya. Dibalut Jarik putih bercorak bunga dan daun menglingkari tubuhnya dan sebagian dililtkan ke tangan kirinya. Mahkota berbentuk segitiga terpasang di sela-sela sanggul dan bunga kantil yang menghiasi. Diiringi oleh enam pemuda berpakaian khas jawa dan blankon sebagai penutup kepala. Masing-masing pemuda membawa bendera yang berbeda. Mereka berbaris berpasangan, paling depan membawa bendera Indonesia dan bendera Pemkab Temanggung. Baris setelahnya membawa bendera berwarna merah, hitam, kuning, dan putih. Mereka melangkah di barisan terdepan. Kirab segera dimuali.
terlihat seorang ratu yang diikuti dayang-dayangnya dan rakyat. |
Para pemuda atau pengawal pembawa bendera |
prasa gadis desa yang membawa tumpeng dari hasil bumi |
Kirab Grebeg Agung liyangan ini
mengambil rute dari depan Balai desa Liyangan melewati jalan ujung kampung dan
nantinya samapai di Situs Liyangan. Situs yang masih menyimpan banyak misteri
itu menjadi tempat puncak Kirab dan akan dilakukan Ritual Tarian Mustiko Tirto.
Terik matahari mulai terasa di punggung. Saya tak sempat mengikuti rute kirab,
lasung saja saya menunggu ke depan pintu masuk Situs Liyangan. Ternyata sudah
banyak orang berkumpul di pelataran Situs. Para banser dan keamanan setempat
sudah mengatur jalan dan tempat agar saat ritual berjalan lancar.
.
.
Tak lama para peserta kirab
sampai di Situs Liyangan. Barisan masih sama. Kirab ini terlihat seperti rakyat
sedang mengiringi ratu ke istana. Dengan dayang-dayang yang selalu bersama. Tak
luput juga pemandangan Indah gunungan-gunungan hasil bumi dan jajanan pasar seperti
melintas di depan Gunung Sidoro, sayang awan cepat menutup megahnya Gunung
Sindoro.
.
Sesamapainya di pelataran Situs Liyangan semua peserta kirab duduk melingkar memenuhi semua bagian pelataran. Sang ratu berjalan melalui tengah-tegah mereka dan menuju ke tangga yang ada di hadapan para peserta ritual. Para pemuda pembawa bendera menancapkan tiyang bendera di ujung-ujung tempat ritual dilakukan. Terdapat satu buah genthong atau tempat air di tengah-tengah mereka.
.
Nia memimpin tiga temannya memasukki tempat ritual. Mereka berjalan dengan perlahan eloknya penari-penari kraton memasuki sasana. Tarian Ritual Mustiko Tirto mereka mulai dengan gerakan penghormatan kepada ratu. Alunan musik jawa yang khas seperti ngerinya instrumental lagu lingsir wengi mengiringi eloknya gerakan Nia dan teman-temannya.
Baca juga: Sebuah Perayaan makan di Warung Lik Cil
.
Sesamapainya di pelataran Situs Liyangan semua peserta kirab duduk melingkar memenuhi semua bagian pelataran. Sang ratu berjalan melalui tengah-tegah mereka dan menuju ke tangga yang ada di hadapan para peserta ritual. Para pemuda pembawa bendera menancapkan tiyang bendera di ujung-ujung tempat ritual dilakukan. Terdapat satu buah genthong atau tempat air di tengah-tengah mereka.
.
Nia memimpin tiga temannya memasukki tempat ritual. Mereka berjalan dengan perlahan eloknya penari-penari kraton memasuki sasana. Tarian Ritual Mustiko Tirto mereka mulai dengan gerakan penghormatan kepada ratu. Alunan musik jawa yang khas seperti ngerinya instrumental lagu lingsir wengi mengiringi eloknya gerakan Nia dan teman-temannya.
Baca juga: Sebuah Perayaan makan di Warung Lik Cil
Suasana hening langsung terasa.
Semua peserta khitmat mengikuti dan melihat ritual ini. Para penari
memperlihatkan gemulai gerakan khas tarian jawa, slendang putih panjang
diselaraskan dengan gerakan tari sehingga berayun-ayun layaknya kain terkena
angin.
.
Hampir seperempat jam Nia dan tiga temanya melakukan tarian. Kemudian diakhiri dengan berkumpul mendekati genthong dan melakukan penghormatan kembali kepada ratu. Saat langkahnya mulai membebawanya keluar dari tempat ritual nampak wajah senyum dan berseri. Tidak seperti pertama saya lihat. Sekarang dia banyak senyum dan tawa bersama ke tiga temannya.
.
Hampir seperempat jam Nia dan tiga temanya melakukan tarian. Kemudian diakhiri dengan berkumpul mendekati genthong dan melakukan penghormatan kembali kepada ratu. Saat langkahnya mulai membebawanya keluar dari tempat ritual nampak wajah senyum dan berseri. Tidak seperti pertama saya lihat. Sekarang dia banyak senyum dan tawa bersama ke tiga temannya.
para pembawa bendera membentuk formasi untuk ritual Tarian |
Para penari memasukii tempat ritual untuk memulai tarian |
Pengambilan air dari Tuk Tempurung |
Tidak sampai disini saja tugas
Nia sebagai penari atau dayang ritual
Mustiko Tirto, masih ada satu tugas lagi yaitu mengambil air sumber dari Tuk
Tempurung yang berada di utara Situs Liyangan. Sebenarnya inilah yang menjadi
cikal bakal adanya Grebeg Agung Liyangan. Merti atau nyadran Tuk Tempurung yang
sudah dilakukan sejak dulu. Tujuannya adalah menysyukuri dan merawat sumber air
atau Tuk Tempurung desa Liyangan yang
sudah mengairi dan memenuhi kebutuhan air desa liyangan. Dulu hanya dilakukan
secara sederhana, tapi setelah Situs Liyangan ditemukan semua berubah menjadi
lebih meriyah.
.
Nia bersama tiga temannya mulai melangkah ke area Tuk Tempurung. dipimpin oleh sesepuh desa yang menggunakan pakaian jawa dan ikat kepala,dibelakangnya diikuti oleh para dayang lainnya yang menggunakan pakaian keemasan. Tak jelas apa yang sedang meereka lakukan di area Tuk, karena saya tidak bisa mendekat. Setelah semua selesai terlihatlah Nia membawa sebuah kendi-kendi kecil yang menuju sebuah rumah penjaga Situs Liyangan. Barulah Tugas Nia selesai, dia nampak ceria sekali. Terlihat dari luar dia mulai berfoto-foto dengan teman-temannya. Senyum dan tawanya nampak semringah sekali.
Nia bersama tiga temannya mulai melangkah ke area Tuk Tempurung. dipimpin oleh sesepuh desa yang menggunakan pakaian jawa dan ikat kepala,dibelakangnya diikuti oleh para dayang lainnya yang menggunakan pakaian keemasan. Tak jelas apa yang sedang meereka lakukan di area Tuk, karena saya tidak bisa mendekat. Setelah semua selesai terlihatlah Nia membawa sebuah kendi-kendi kecil yang menuju sebuah rumah penjaga Situs Liyangan. Barulah Tugas Nia selesai, dia nampak ceria sekali. Terlihat dari luar dia mulai berfoto-foto dengan teman-temannya. Senyum dan tawanya nampak semringah sekali.
berebut air dalam gentong yang sudah selesai untuk ritual |
Disisi lain tempat ritual Tari Mustiko Tirto sudah
dikerumuni banyak orang yang saling berebut air dalam genthong. Mereka
percaya air itu berkah dan juga bisa bikin awet muda bila dibasuhkan ke wajah.
Dideretan gunungan hasil bumi dan jajan pasar juga sudah tak berbekas lagi,
semua habis tidak ada sisa karena diperebutkan para pengunjung. Saya hanya bisa
memadang keriuahan itu dari depan pintu Nia berada. Saya ingin sekali ngobrol
dengannya.
.
Setelah para peserta kirab dan pengunjung berangsur-asngsur pulang barulah saya bisa bertemu dengan Nia, disinilah awal saya tahu namanya. “Nia mas nama saya, masih sekolah” tandasnya saat saya tanya. Dia bercerita panjang lebar termasuk kecemasan saat pagi tadi. Sedikit saya goda “tadi pagi koq pucet sih?”. Wajah cemas itu berasal dari hatinya yang waswas karena rasa takut dan grogi, dia nantinya akan menjadi pusat perhatian semua pengunjung dan perserta Kirab Grebeg Agung Liyangan saat melakukan tarian. Dia dan Keempat Temannya adalah penari pertama asli dari desa ini karena sebelum-sebelumnya penari dari luar daerah. “seneng banget mas, ini kan untuk yang pertama penari yang asli dari desa sini, bangga juga” kata dia sambil terlihat senang sekali. Dia juga bercerita saat latihan, hampir setiap malam selama satu minggu dia berlatih, “ini semua demi kehormatan desa” satu penggal kata yang selalu saya ingat. Begitu membagakannya seorang Nia, Penari Ritual Mustoko Tirto Gerbeg Agung Liyangan. mari kita nantikan Nia-Nia berikutnya dari desa Liyangan.
Setelah para peserta kirab dan pengunjung berangsur-asngsur pulang barulah saya bisa bertemu dengan Nia, disinilah awal saya tahu namanya. “Nia mas nama saya, masih sekolah” tandasnya saat saya tanya. Dia bercerita panjang lebar termasuk kecemasan saat pagi tadi. Sedikit saya goda “tadi pagi koq pucet sih?”. Wajah cemas itu berasal dari hatinya yang waswas karena rasa takut dan grogi, dia nantinya akan menjadi pusat perhatian semua pengunjung dan perserta Kirab Grebeg Agung Liyangan saat melakukan tarian. Dia dan Keempat Temannya adalah penari pertama asli dari desa ini karena sebelum-sebelumnya penari dari luar daerah. “seneng banget mas, ini kan untuk yang pertama penari yang asli dari desa sini, bangga juga” kata dia sambil terlihat senang sekali. Dia juga bercerita saat latihan, hampir setiap malam selama satu minggu dia berlatih, “ini semua demi kehormatan desa” satu penggal kata yang selalu saya ingat. Begitu membagakannya seorang Nia, Penari Ritual Mustoko Tirto Gerbeg Agung Liyangan. mari kita nantikan Nia-Nia berikutnya dari desa Liyangan.
Grebeg Agung Liyangan
Minggu, 5 November 2017
Situs Liyangan, Liyangan,
Purbosari, Ngadirejo, Temanggung
23 Comments
Aku penasaran lho sama Situs Liyangan. Pengen ke sana tapi bareng orang yg paham, biar dapat informasi yg lengkap.
ReplyDeletenanti saya kenalkan mbak sama orang temanggung yang meneliti situs-situs di Temanggung, dia semua tahu, bahkan asumsi yang sekarang masih punya dia yang terkuat
DeleteWah selalu entuk kenalan cewek pahen e
ReplyDeletehahaa, durung ono sing gendoli rep kenalan karo sopo wae biso to pak...
Deletewah aku kalau acara spt ini suak banget
ReplyDeletewah, besok kalau ada lagi kesini saja, bulan november biasanya
DeleteBisa melihat langsung ritual suatu daerah, itu selalu menarik :). Apalagi kalo bisa ngobrol lgs dengan orang yg terlibat di dalamnya. Jd bisa tau makna di balik ritualnya :)
ReplyDeleteiya bener bgt, bisa tahu sebenarnya apasaja yang sebanrnya dilakukan...penuh makna
DeleteBaru ngerti, ternyata di Temanggung ada acara seperti ini. Nice share
ReplyDeleteiya..ada, banyak malah, bahkan ritial pengambilan air suci umat budha yang diborobudur juga dari temanggung loh
Deletewahh temanggung ya, ada acara seperti ini toh, saya baru tau.. hhe
ReplyDeleteiya ada, sudah 3 kali ada acara sepeerti ini
DeleteAku kangen pakai baju adat Jawa kayak gitu :((
ReplyDeleteAku penasaran, mas. Apakah pemilihan peran Ratu, dayang-dayang, dsb di dalam upacara ini punya kriteria tertentu?
pemilihannya digilir, dari setiap rt, setiap tahun sekarang menjadi rutin adanya ritual ini
DeleteSemoga bisa awet muda...
ReplyDeleteamin....
DeleteMembaca cerita di atas, berarti Liyangan ini masih memiliki peran yang sangat penting ya. Terutama dalam menghidupkan ritual dan budaya setempat.
ReplyDeleteSepertinya sangat menarik bisa mengulas lebih jauh sisi kehidupan Nia dan para penari. Apalagi dia berujar 'demi kehormatan desa', kan :)
ritual ini tadinya hanya biasa, tapi semenjak ditemukanya situs ini ritualnya semakin ramai dan menghasilkan budaya baru malah,
Deletekalau situs ini malah masih teka-teki sejarahnya,
mungkin karena nia menjadi sosok penari pertama asli dari desa ini, dia tak mungkin kan tampil buruk sehingga berdampak pada nama desanya
Detail banget liputannya, Mas. Serasa menikmati setiap prosesnya.
ReplyDeletetankyou bro...
ReplyDeleteterimakasih....kalau waktu ada acara ini lagi main kesini
ReplyDeleteAku nggak bisa membayangkan berada di posisi mbak Nia. Menjadi perwakilan, dilihat baik makhluk kasat maupun tak kasat mata. Mesti deg-degan.
ReplyDeleteiya, saat saya temui setelah selesai seperti lega banget dia
ReplyDelete