Terjebak Ikrar Mapageh Sang Watu Kulumpang di Festival Sindoro Sumbing


 
Mapageh Sang Watu Kulumpang

Suara Sarno begitu menggelegar saat dia membantah apa yang diminta oleh Ayahnya. Usaha atau bisnis yang sedang dijalankan pemuda itu membuat ayahnya malu apalagi ayahnya adalah seorang Bayan (Perangkat desa).  Perdebatan antara Anak dan Ayah ini tak terhindarkan lagi. Sebagai pemuda masa kini dia ingin punya usaha yang menghasilkan banyak uang tak peduli bagaimana caranya. Dia tak menghiraukan dampak yang terjadi karena Bisnisnya. Tambang pasir selalu ia perluas demi banyaknya permintaan pasar, namun Ayahnya inginkan Sarno menyudahi Bisnisnya itu.
“koe ki ora ngerti pak, saiki iki bedo karo jaman Biyen”
teriak Sarno kala membantah Ayahnya.
.
Ayahnya Sarno memang mulai miris dengan apa yang dilakukan Anaknya, pengerukan tanpa batas dan gejala yang dialami di lingkungan sekitar sudah banyak jadi omongan orang. Sebagai seorang Banyan yang harus memperhatikan kesejahteraan rakyat dan kelestarian alam, Ayah Sarno bersikeras dan mengingatkan Anaknya agar menutup bisnisnya. Walaupun dengan Perdebatan yang hapir saja berujung perkelahian, untung ada Bu Bayan datang dan segera melerainya. Di rangkulnya agar Pak Bayan tenang, bersabar menghadapi polah anak jaman sekarang. Sulit untuk langsung dikasih tahu.
.
Setelah kedatangan bu Bayan yang dengan lembut menjadi penengah dan menjelaskan semuanya, Sarno pun mulai sadar dengan apa yang sudah dilakukanya. Kerusakan alam di sekitar tambang miliknya merugikan banyak orang padahal mereka tidak menikmati hasil yang sudah dikeruknya. Cara lain untuk mendapatkan uang yang banyak harus secara seimbang. Gunung Sindoro-Sumbing begitu suburnya, Tembakau, Kopi, Teh dan sayur tumbuh dengan kualitas yang baik. Tak pantas kita merusak alam yang baik ini.
“semua harus seimbang antara manusia, alam dan budaya” jelas Bu bayan kepada Sarno.
Lestari Alamku, Lestari Budayaku, Lestari manusiaku
.
 
Mapageh Sang Watu Kulumpang Festival Sindoro Sumbing


Mapageh Sang Watu Kulumpang Festival Sindoro Sumbing


Sebuah Pesan dalam drama di tengah pementasan Sendratari Sindoro Sumbing ini sampai sekarang masih saya ingat.  Saya mencoba terus memperhatikan setiap pertunjukan apik dari awal walaupun udara Kledung kala itu membuat saya menggigil kedinginan. Kabut tebal yang datang kadang menutupi jarak pandang, untung angin datang membawa kabut itu pergi menghilang.  
.
 Lapangan Kledung sejak pagi sudah menjadi pusat perhatian, lapangan dengan pemandangan apik ini dipilih sebagai acara puncak Festival Sindoro Sumbing. Letaknya diantara Gunung Sindoro Sumbing memang sangat pas. Panggung yang berlatar gunung Sumbing banyak disanjung oleh warga. Bagus banget memang, sehingga menjadi mahnet tersendiri bagi penonton yang ingin menikmati malam minggu.
.
Saya datang lebih awal, takut tidak kebagian tempat yang pas untuk melihat acara dengan panggung yang megah ini. Di acara Festival Sindoro Sumbing yang lain penontonnya sangat ramai, seperti di JiFlok dan Festival Jaran Kepang, saya tidak kebagian tempat yang pas untuk menonton kala itu.
.
Tidak disenaja saat memilih tempat duduk malah bisa bertemu dengan mbak Wening dan kawan-kawan dari Wonosobo. Dari mereka beberapa juga menjadi panitia. Kita sama-sama mencari kursi di tengah agar bisa menikmati panggung dengan sempurna. Lumayan kita juga disuguhi jajanan dan kopi untuk menghangatkan badan.
.
 
Suara musik jawa yang dipadukan musik masa kini terdengar menghentak membuka acara. Dilanjutkan sebuah vidio dengan menampilkan seorang penari berbalut busana putih menari di tengah keindahan Sindoro Sumbing, membuat semua mata menatap ke sebuah layar di kanan panggung. Hati ikut berdebar ketika alunan musik dengan lagu seperti bacaan mantra mengiringi penyanyi pun dengan keindahan alam sekitar Sindoro Sumbing yang terekam begitu apik.
.
 Setelah vidio selesai sorot lampu mengarah ke tengah panggung. Dilanjut dengan suara seruling yang mengeringi lembutnya gerakan para penari lengger dan para penari berpakaian petani. Beberapa penari pria pun muncul, ada yang berperawakan seram dan juga ada yang menjadi petani. Ternyata ini pengenalan awal membuka Sendratari Mapageh Sang Watu Kulumpang. Semua penarik berteriak diakhir musik. Dengan Judul sendratari tadi.
.
Layar di panggung utama menunjukan Gunung Sindoro yang asri, para penari seperti memperlihatkan suatu kebudayaan yang kental di lereng gunung Sindoro, tarian Jaran Kepang. Saya paling suka musik jaran kepang yang ramai seperti yang sedang saya dengar kala itu. Udara dingin yang sesekali melipir ke kaki sudah tidak aku hiraukan lagi. Semua anggota tubuh seakan ingin ikut menikmati tarian.
.
Mapageh Sang Watu Kulumpang Festival Sindoro Sumbing

Mapageh Sang Watu Kulumpang Festival Sindoro Sumbing

Mapageh Sang Watu Kulumpang Festival Sindoro Sumbing


Berlanjut ke sebuah drama yang saya ceritakan di awal. Drama ini menurut saya bukan sebuah drama penampilan saja tapi, drama ini adalah cerita yang ada, yang sekarang memang benar terjadi di sekitaran Gunung Sindoro Sumbing. Sarno lain masih banyak berkeliaran ingin mengeruk semua pasir Gunung. Di sebuah sisi terdapat bekas galian yang tidak enak dipandang lagi, tidak tahu akan buat apa lubang galian itu nantinya.
.
Saat drama selesai, Sarno benar-benar tobat dan tidak akan merusak alam lagi. Para petani bersuka ria, mereka menari bertani dengan bersuka cita. Tak lupa meraka juga selalu melestarikan budaya dengan jaranan yang juga meraka peragakan. Tarian itu sungguh punya makna yang mendalam bagi saya. Kawasan yang subur dengan hasil pertanian yang berkualitas, pastaslah kita menjaga alam Sindoro Sumbing ini.
.
Tempo musik yang semakin pelan mengiringi para penari yang muncul dari balik panggung. Busana serba putih dengan selendang yang mejuntai selaras dengan gerakan tangan yang lemah gemuali. Mereka berjalan beriringan menuju tempat tamu kehormatan, menjemput Wakil Bupati Temanggung dan Wonosobo. Dibawalah mereka naik ke panggung, berdiri dikelilingi penari berbalut busana putih tadi.
.
Mapageh Sang Watu Kulumpang Festival Sindoro Sumbing

Mapageh Sang Watu Kulumpang Festival Sindoro Sumbing

Sebuah ornamen Kulumpang dibawa ke panggung oleh para pemuda  berbusana bak prajurit kerajaan, tepat di hadapan para Wakil Bupati. Setelah itu dua buah gulungan diberikan. Semua Wakil Bupati sebagai perwakilan dari pemerintahan masing-masing membacakan sebuah ikrar. Ikrar untuk menjaga kelestarian alam dan budaya di sekitar Sindoro Sumbing. Setelah itu dilanjutkan dengan melempar telur ke Kulumpang.
.
Inilah yang dinamakan Mapageh Sang Watu Kulumpang. Sebuah janji dengan alam di depan Kulumpang. Sebuah peristiwa yang sebenarnya sudah terjadi berabat-abat tahun yang lalu, tepatnya di jaman kerajaan Medang. Berawal dari penetapan wilayah sima atau perdikan, janji untuk menjaga alam dan nantinya akan diganjar bebas pajak. Namun bila melanggar mereka akan mendapat karmanya seperti telur yang mereka hancurkan saat ikar. Terpecah tak akan ada lagi kelahiran kehidupan karena bekal kehidupan sudah musnah terpecah.
.
Tak menyangka saya akan dibawa kedalam Ikrar ini, mereka merekontruksikan Mapageh Sang Watu Kulumpang. Saya yang tahu cerita sebelumnya menjadi merasa dijebak dengan tampilan panggung dan sendratari yang mempesona. Di Akhir acara saya harus ikut menyaksikan sebuah Ikrar yang sangat mengikat yang apabila Langgar bisa mempora-porandakan kehidupan. Semoga yang datang sadar mereka kini menjadi saksi larut dalam Ikrar untuk menjaga kelestarian alam Sindoro Sumbing. Terutama para pemerintah yang memberikan ijin pengelolahan Sindoro Sumbing.
.


Sendratari Mapageh Sang Watu Kulumpang
Festival Sindoro Sumbing
Kledung Temanggung, 27 Juli 2019

Post a Comment

33 Comments

  1. Maksudnya apakah ikrar ini mengikat semua yg hadir atau hanya yg mengucapkan ikrar saja? Semoga semua bisa menjaga apa yg telah diikrarkannya ya dan kelestarian yg diharapkan terwujud nyata..

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau sejarahnya memang seperti itu, mengikat bagi semua karena dulu bisa bebas pajak. amin, semoga lestari alamnya, budayanya dan manusianya

      Delete
  2. Kalau di Purworejo, akhir-akhir ini malah masih marak penambangan tanah (dan batu sepertinya) disekitar bukit-bukit di Kecamatan Bagelen, mas. Saya pikir nggak bakal berlangsung lama. Tapi ternyata... Berakhir dengan nasib yang hampir mirip dengan bekas tambang pasir di dekat Gunung Sumbing dan Sindoro ini. Bukit yang dulu hijau dan banyak pepohonan, sekarang rata dengan tanah semua :(

    Andaikan sebelum proses ijin penambangan dilakukan ikrar semacam Mapageh Sang Watu Kulumpang...Mungkin para "petinggi-petinggi" itu bakal berpikir dua kali untuk benar-benar menambang pasir/tanah/batu (dan merusak alam)

    ReplyDelete
    Replies
    1. lha ini dengan acara seperti ini sebenarnya mensosialisasikan juga agar selalu menjaga alam agar lestari, mungkin di purworejo bisa loh ngadain seperti ini

      Delete
  3. Weh, iki kok menarik difoto plus diliput yo.
    Pan kapan kudu ngeliput ikih.

    ReplyDelete
  4. Keren sekali sendratari Festival Sindoro Sumbing ini. Kok bisa dateng ke sana, Mas? Kalau mau datang ke sana, cari tahu jadwalnya di mana ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya dateng kesini diajak beberapa temen Wonosobo Temanggung, kalau mau tahu jadwalnya follow IGnya aja @festivalsindorosumbing

      Delete
  5. wahhh kok jadi mistis ya? hihi
    Saya menemukan sebuah makna yang besar dari pementasan seni rakyat ini..

    ReplyDelete
    Replies
    1. memang mistis sih bagi yang tahu, para sejarah yang mengangkat ini aja bener-bener berdo'a agar acaranya lancar, diterjang kabut tebal juga saat itu

      Delete
  6. Aku blom prnh mas nonton kesenian budaya gini. Kalau baca tulisanmu sih menarik juga ya, sarat makna dan ternyata yang nonton antusiasnya tinggi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini memang festival baru pertama, dan temanya memang Lestari
      dan mengambil budaya juga untuk dilestarikan

      Delete
  7. Wah ini pagelaran yang apik dan sarat akan makna banget yaa kak. Jujur aku belum pernah nonton secara langsung kak pagelaran kayak gini tapi ini keliatanya seru banget.

    ReplyDelete
    Replies
    1. tahun depan nonton kesini kak, semoga diberi kesempatan

      Delete
  8. ini peraturan daerah bisa dimasukkan dalam acara kesenian keren banget..., mungkin lebih mengena ke banyak orang darpada sekedar hanya kasih instruksi atau bikin spanduk..

    ReplyDelete
    Replies
    1. sepertinya memang dari panitia pingin mengingatkan para pejabat dan masyarakat tentang ini

      Delete
  9. Saya terbawa suasana baca drama Sarno dan ayahnya itu. Eh btw, apa memang di sekitaran Gunung Sindoro Sumbing ini sekarang banyak aktivitas galian pasir?

    ReplyDelete
    Replies
    1. di sebelah barat selatan Sindoro, disana banyak, memang tidak kelihatan karena di belakang kebun teh, miris sebnarnya

      Delete
  10. Jebakan yang menyenangkan gak, mas? Heuheu.. Tapi sebetulnya tanpa melalui pagelaran ini, kita juga perlu berikrar untuk menjaga kelestarian alam, bukan malah merusaknya ya. Melalui narasi yang ditulis, saya bisa membayangkan suasana magis, terhipnotis oleh penampilan yang manis. Oh iya, ini agenda tahunan ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. penampilan yang menyenangkan tapi terasa dijebak diingatkan untuk jaga kelestarian
      ini agenda tahunan, ini tahun pertama yang keren

      Delete
  11. Sebuah pementasan yang luar biasa. Sarat dengan makna dan bertujuan nyata. Berarti sekarang Mas dan penonton lain sudah terikat ikrar ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau dalam sejarahnya masyarakat di Sindoro sumbing terikat ikrar, ini hanya untuk mengingatkan kita semua kita harus jaga alam dan budaya

      Delete
  12. Ini keren banget, ngga hanya sekedar pertunjukan tapi membawa pesan mendalam. Duh klo nonton langsung bisa merinding kali ya

    ReplyDelete
  13. Baru tau nih ada acara Festival Sumbing Sindoro, acara rutin jugakah seperti Dieng Culture Festival?

    Banyan apa bukan, siapa pun kita, harus menjaga kelestarian alam apalagi kalau udah berkaitan dengan sumber daya alam yang terbatas. Salut sama nilai ang disampaikan dalam festival ini, karena memang kadang masyarakat daerah sendiri yang kurang memahami konsep sustainable living.

    Hehe, mending kedinginan yekan daripada kepanasan :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. rencana akan jadi acara tahunan, ini pertama kali yang dilaksanakan

      Delete
  14. Senangnya ya mas bisa melihat langsung Festival Sindoro Sumbing. Penonton jadi kepengen ikutan menari karena terbawa suasana. Ikrar yang diucapkan semoga terus bisa direalisasikan bersama demi kelestarian sumber daya alam.

    ReplyDelete
  15. Seneng banget baca ini. Bisa membaca ulasan tentang Sendratari ini di Festival Sindoro Sumbing. Sebuah ikrar yang harus Kita jalankan juga buat menjaga kelestarian alam. Trims sharingnya, Kak.

    ReplyDelete
  16. Pertunjukkan budaya yang sarat makna, Mas. Semoga semua memegang teguh ikrar ini, ya. Kelestarian alam harus tetap dijaga

    ReplyDelete
  17. Pertunjukan teater drama yang begitu menarik, seakan mengingatkan kembali bahwa dalam kehidupan ini memang harus ada keseimbangan, alam yang sudah indah ini sebagai sebuah anugerah sudah sepatutnya dijaga kelestariannya

    ReplyDelete
  18. wah ada festival sindoro sumbing ya...pengen ih bisa lihat langsung festivalnya...apalagi bukan sekedar tradisi budaya..ada unsur kelestarian lingkungan juga...

    ReplyDelete
  19. Sebuah pementasan seni rakyat yang harus dilestarikan. pertunjukan yang menarik kak. Pengen juga menikmatinya secara langsung....

    ReplyDelete
  20. Seru ya nonton sendratari di alam.
    Sayang banget pas pementasan sendratari sindoro sumbing ini aku pas nggak bisa datang.
    Padahal aku nonton Jifolk dan terkesan banget dengan performance yang dihadirkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. semoga tahun depan bisa lihat, aku malah pas jiFlok gak lihat ful, cuma dari pinggiran aja

      Delete