Menelusuri Bakat di Wenska Kahve

tempat duduk Wenska Kahve




“Blogger itu biasanya punya Adaptability”

Kata itu muncul ditengah serunya obrolan babak ke-tiga, Banyak hal yang kita obrolkan sebenarnya pada waktu itu, mungkin  kalau saya bagi kedalam beberapa babak, maka obrolan ini sampai tiga babak, karena beberapa orang sampai datang dan pergi.
Suasana sore yang semakin sahdu di Wenska Kahve. Sebuah kafe di tengah kota Temanggung. Mbak Dini dan Mbak Ika mengajak saya menikmati kopi di kafe langganan mereka. Tepat pukul 13.00 WIB, setalah saya mampir dari rumah mbak Nurul Akhir Farida langsung menuju ke kafe ini. Sudah ada Mbak Dini, Mbak Ika Puspitasari berserta adiknya dan Mbak Ika Permata Hati, mereka memilih tempat duduk lesehan di bagian barat kafe, terlihat keren dengan lukisan mural di dinding.
Obrolan pada babak pertama. Biasa kalau ada ibu-ibu ngumpul pasti tidak jauh-jauh menghibah atau ngomongin seseorang. Kali ini kita ghibah khasanah, yang di omongin baik-baik karena bukan semuanya ibu-ibu, di sini ada mas-mas keren juga soalnya yaitu saya. Emang ada ya Ghibah khasanah” hahaha, itu istilah saya saja ya. Yang kita omongin saat itu adalah pemilik  dari Wenska Kahve ini. Menurut Mbak Ika yang sudah sering bertemu, pemilik kafe ini katanya orangnya baik, suka ngasih gratisan kopi kepada komunitas yang mau kumpul di sini. Orangnya juga ramah dan sangat welcome katanya.



Mengapa yang kita obrolkan pemilik kafe??, karena ada saya yang baru pertama kali datang ke Kafe ini. Sambil menjelasakn pemilik kafe, mbak Dini bertanya “enak to suasanane?” (enak kan suasananya?) menurutku kafe ini memang sahdu, rindang dan asyik. Beberapa pohon besar yang memngelilingi menambah kesejukan. Begitu juga dengan beberapa desain tempat duduk, ada yang bisa buat beramai-ramai, ada yang asyik untuk berdua, ada juga tempat untuk berlindung dari dinginnya Temanggung, yaitu sebuah ruang seperti dari kontainer.

Baca Juga : Kopi Badhek Borobudur yang Nagih

Alasan ngomongin pemilik kafe selain karena saya pertama kali ke sini, juga karena adik Mbak Ika ingin belajar membuat Latte sendiri, dan disini diperbolehkan. Saya ikut mengabadikan beberapa momen saat latihan. Wah manteb ya boleh mengacak-acak meja barista ternyata. Mas Aldo mengajari dengan telaten, dia mencotohkan cara membuat Latte.  




Obrolan babak kedua, obrolan ini bukan bareng ibu-ibu tadi tapi antara saya dan mas Aldo, yaitu barista yang sudah mengajari adiknya mbak Ika Pusputasari. Beberapa obrolan tentang Kopi yang disediakan di kafe ini. Banyak Kopi dari luar negeri seperti dari Brasil, Mexiko dan dari beberapa negara lainnya. Jadi bila penasaran dengan kopi-kopi luar negeri bisa mampir kesini lagi. sayang sebelum saya tahu ada beberapa kopi luar negeri di sini, saya sudah kadung setia dengan kopi Temanggung untuk dipesan.
Obrolan babak ketiga paling pamungkas di tandai dengan datangnya mbak Missella dan pulangnya mbak Ika Permata Hati dan adiknya mbak Ika Puspitasari. perkataan mbak Ika Puspitasari yang saya kutip di atas itu membuat saya bengong dan sesekali menerawang  apa benar saya punya bakat-bakat yang dituturkan mbak Ika. Beda mbak Dini dan Mbak Missela, mereka aktif menyahut perkataan Mbak Ika. Mbak Dini yang sambil manggu-manguk  berkata “iya, aku juga seperti itu, ternyata aku punya bakat itu”. Mbak Missella yang paling aktif dalam obrolan ini, dia sedang mendalami Tellent Maping agar bisa diterapkan pada anak didiknya di sebuah pelatihan.
Sambil menyeruput Kopi Arabika Temanggung yang diracik oleh mas Aldo, barista yang sudah dua tahun di Wenska Kahve, saya terus saja memperhatikan Mbak Ika. Bukan perhatian yang itu ya, orangnya sudah bersuami, hahaha. Perhatian ini pada apa yang sedang dijelaskan. Bahwa pentingnya kita mengetahui Talent atau bakat yang kita punya. Dia mencontohkan kehidupan bersama suaminya. Mereka dalam berkeluarga jadi bisa saling melengkapi dan saling mengerti. Suami punya bakat apa, apakah bakat itu berlawanan dengan bakat istri?. Bila sudah saling tahu nantinya bisa menyesuaikan bahkan harus saling melengkapi.




Sesekali saya juga menikmati cireng dan juga gorengan khas Wenska Kahve yang saya cocol ke sambel asam manis. Saya berebut dengan mbak Dini, soalnya enak. Obrolan penelusuran bakat ini berlanjut. Ternyata apa yang saya tahu tentang bakat sebelumnya adalah salah besar. Seperti orang menulis, ternyata itu bukan bakat tapi bisa sebuah proses latihan. Menurut mbak Ika yang seorang pratisi talents Mapping ini ada 34 bakat dasar di setiap orang. Tapi tidak semua bakat dasar itu dominan, mungkin hanya 7 sampai 14 saja yang dominan.
Sebelum melanjutkan obrolan tentang bakat apa saja yang ada di diri saya, baiknya sholat Asyar dulu, ada Mushola di kafe ini. Karena Obrolan seru dan panjang ini waktu sepeti berjalan cepat hingga tidak menyangka sudah memasuki waktu Asyar. Setelah itu kita lanjut.
Seperti yang saya rasakan setelah mendengar penjelasan Mbak Ika. Saya punya Adaptability, Belief, Connectedness, Contex, Deliberative, Developer, Empaty, Harmony, dan Individualization. Kesembilan bakat dasar ini yang saya paling rasakan, tapi belum tentu benar juga, karena ini penilaian saya sendiri. Kata mbak Ika kalau mahu tahu bakat yang benar harus tes. Sayangnya tesnya mahal, mungkin harga sekali tesnya bisa buat ngopi dan ngobrol seperti ini lagi di Wenska Kahve 3 kali, dengan saya yang bayarin mereka semua.
 Adaptability atau mudah menyesuaikan diri, contohnya saya bisa ngobrol enak dengan mas Aldo barista Wenska Kahve ini. Enggak tahu sebenarnya saya atau mas aldo yang punya bakat ini, tapi yang jelas saya bisa banyak tahu tentang apa yang harus dilakukan sekarang, bagaimana bersikap dengan sesuatu yang baru. Anggap saja saya pintar menyesuaikan diri dan menerima apa saja orang obrolkan. Untuk pengertian bakat yang lainnya di cari sendiri ya, atau bisa tuh mengundang mba Ika Puspitasari buat ngejelasin atau bikin seminar Talents Mapping.

Baca Juga : Warung Jadul yang Eksis di Temanggung

Post a Comment

8 Comments

  1. Wah aku lagek ngerti ternyata manusia ada banyak bakat sebetulnya meski cuma sedikit yang menonjol. Dan mungkin semakin bertambahnya usia akan semakin terkikis gitu kali ya bakat e hingga muncul manusia dengan spesialisasi.
    Tapi aku dadi mikir juga, opo aku juga adaptive gitu? Kalo enggak, apa itu tandanya aku nggak cocok jadi blogger?

    ReplyDelete
  2. iya, aku juga baru tahu, bakat itu ternyata yang seperti itu, kalau nulis, main bola dll itu sebuah latihan.
    dan bakat itu tidak akan hilang walau semakin tua, tapi sulit untuk dikembangkan keraha mana gt.

    wah kalau pingin tahu ada atau enggaknya harus tes hehhee

    ReplyDelete
  3. coba kalau cafe itu ada di deket rumah pasti udah bolak balik saya datangi hahahaha apalagi saya sama suami juga suka ngopi.

    ReplyDelete
  4. Aku penasaran kenapa namanya Wenska Kahve, bukan nama yang pasaran.

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah..ini saya belum tanya ke pemiliknya, soalnya lagi berlayar

      Delete
  5. Senang ya kalau bisa kumpul dan bertukar obrolan seperti ini. Waktu ghibah jadi terasa berfaedah hehehe :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, bener banget...Ngopi dan obrolan sampai lupa waktu

      Delete